Sabtu, 18 Mei 2013

fitofarmaka



Fitofarmaka

 fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah di standarisasi. Inilah deskripsi ilmiah fitofarmaka. Tentu saja informasi ini sangat berguna bagi orang yang berkecimpung di bidang obat herbal, jamu, terapis herbal ataupun pengelola sebuah toko herbal, karena setelah dijelaskan di artikel herbal tentang fitofarmaka ini, mereka dapat membedakan dan menilai level obat herbal alami yang mereka tangani.
Pada dasarnya sediaan fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari bahan-bahan alami, meskipun demikian jenis sediaan obat ini masih belum begitu populer di kalangan masyarakat, dibandingkan jamu-jamuan dan herba terstandar.
Khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih dipercaya dan efektif daripada sediaan jamu-jamuan biasa, karena telah memiliki dasar ilmiah yang jelas. Jadi jelaslah deskripsi fitofarmaka menurut ilmu pengobatan yaitu sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi modern.
Fitofarmaka telah melewati beberapa proses yang panjang yang  setara dengan obat-obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah melewati standarisasi mutu, baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat. Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu uji preklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dll dengan menggunakan hewan percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia.

Kriteria Fitofarmaka
Kriteria yang harus dipenuhi Fitofarmaka, diantaranya :
  • Standar persyaratan mutu yang berlaku telah terpenuhi calon fitofarmaka
  • Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan pada calon fitofarmaka
  • Khasiat yang dikalim pada produk tersebut bisa dibuktikan secara ilmiah berdasarkan uji klinik pada calon fitofarmaka
  • Standarisasi terhadap bahan bakuyang digunakan dalam produk telah dilakukan pada calon fitofarmaka
Tahap-tahap pengembangan dan pengujian fitofarmaka (Dep. Kes RI):

1. Tahap seleksi calon  fitofarmaka
Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sebagai calon fitofarmaka sesuai dengan skala prioritas sebagai berikut:
  • Obat alami  calon fitofarmaka yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan untuk penyakit-penyakit yang belum ada atau masih belum jelas pengobatannya.
  • Obat alami  calon fitofarmaka yang berdasar pengalaman pemakaian empiris sebelumnya dapat berkhasiat dan bermanfaat
  • Obat alami  calon fitofarmaka yang sangat diharapakan berkhasiat untuk penyakit-penyakit utama
  • Ada/ tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum toksisitas jika ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo)
  • Ada/ tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah ke khasiat terapetik (pra klinik in vivo)
2. Tahap biological screening calon fitofarmaka :
3. Tahap penelitian farmakodinamik calon fitofarmaka
Tahap ini adalah untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing sistem biologis organ tubuh,
  • Pra klinik, in vivo dan in vitro
  • Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.
  • Toksisitas ubkronis
  • Toksisitas akut
  • Toksisitas khas/ khusus
4. Tahap pengujian toksisitas lanjut (multiple doses) calon fitofarmaka
5. Tahap pengembangan sediaan (formulasi) bahan calon calon fitofarmaka
  • Mengetahui bentuk-bentuk sediaan yang memenuhi syarat mutu, keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada manusia.
  • Tata laksana teknologi farmasi dalam rangka uji klinik
  • Teknologi farmasi tahap awal
  • Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak , sediaan OA
  • Parameter standar mutu: bahanbakuOA, ekstrak, sediaan OA

6. Tahap uji klinik pada manusia
Ada4 fase yaitu:
  • Fase 1 : dilakukan pada sukarelawan sehat
  • Fase 2 : dilakukan pada kelompok pasien terbatas
  • Fase 3 : dilakukan pada pasien dengan jmlh yang lebih besar dari fase 2
  • Fase 4: post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik fase 1-3.
Beberapa contoh fitofarmaka, yang beredar diindonesia diantaranya :
  1. Rheumaneer® Nyonya Meneer
  2. Stimuno® Dexa Medica
  3. Nodiar® Kimia Farma
  4. Tensigard®Phapros
  5. X-Gra ® Phapros

Uji klinik yang dilakukan meliputi :
1. Uji toksisitas
2. Uji eksperimental pada hewan
3. Uji klinik fitofarmaka pada manusia dengan tahapan :
a. Pada manusia sehat
b. Pada manusia dengan penyakit terkait
Fitofarmaka di Indonesia:
1. Nodiar (POM FF 031 500 361)
Komposisi:
Attapulgite 300 mg
Psidii Folium ekstrak 50 mg
Curcumae domesticae Rhizoma ekstrak 7,5 mg
2. Rheumaneer (POM FF 032 300 351)
Komposisi:
Curcumae domesticae Rhizoma 95 mg
Zingiberis Rhizoma ekstrak 85 mg
Curcumae Rhizoma ekstrak 120 mg
Panduratae Rhizoma ekstrak 75 mg
Retrofracti Fructus ekstrak 125 mg
3. Stimuno (POM FF 041 300 411, POM FF 041 600 421)
Komposisi:
Phyllanthi Herba ekstrak 50 mg
4. Tensigard Agromed ( POM FF 031 300 031, POM FF 031 300 041)
Komposisi:
Apii Herba ekstrak 95 mg
5. X-Gra (POM FF 031 300 011, POM FF 031 300 021)
Komposisi:
Ganoderma lucidum 150 mg
Eurycomae Radix 50 mg
Panacis ginseng Radix 30 mg
Retrofracti Fructus 2,5 mg
Royal jelly 5 mg.
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal keanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka, yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat, makanan kesehatan, nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan maupun tanaman. Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi salah satu negara terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetika alami berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang pasarnya pun cukup besar.
Sebagai salah satu alternatif pengembangan biofarmaka, fitofarmaka atau lebih dikenal dengan tanaman obat, sangat berpotensi dalam pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika Indonesia. Selama ini, industri tersebut berkembang dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit yang telah dibudidayakan petani. Bila adapun, teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan persyaratan bahan baku yang diinginkan industri , yaitu bebas bahan kimia dan tidak terkontaminasi jamur ataupun kotoran lainnya.
Dalam memacu pengembangan agribisnis berbasis fitofarmaka di tingkat petani, sangatlah penting peningkatan kemampuan petani dalam hal budidaya tanaman obat. Disamping hal budidaya, segi pasca panen dan pemasaran juga perlu ditingkatkan dalam upaya memacu pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika Indonesia.
http://fitofarmaka.com/images/product.jpgObat bahan alam yang semula banyak dimanfaatkan oleh negara-negara di Asia, Amerika Selatan dan Afrika, sekarang meluas sampai ke negara-negara maju di Australia dan Amerika Utara. Awalnya obat bahan alami digunakan sebagai tradisi turun-temurun. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan berkembangnya teknologi, baik produksi maupun informasi, uji praklinik dan klinik dilakukan untuk memperoleh keyakinan khasiat obat bahan alam
Merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia.Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara ilimiah , bahan bakunya terdiri dari simplisia atau sediaan galenik yang telah memenuhi persyaratan yang berlaku. Istilah cara penggunaannya menggunakan pengertian farmakologik seperti diuretik, analgesik, antipiretik dan sebagainya yang telah uji pra klinik dan uji klinik, bahan baku dan produk jadinya telah distandardisasi. Fitofarmaka harus memenuhi kriteria Aman sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik Telah dilakukan standardisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam produk jadi. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar